Halaman

Kamis, 31 Januari 2013

Habibie dan Ainun, Karya Terbaik Anak Bangsa untuk Anak Bangsa Terbaik




Bismillahirrahmanirrahim,

Satu bulan yang lalu, tepatnya 20 Desember 2012, saya dan teman-teman pergi ke bioskop di sebuah mall untuk menyaksikan sebuah film yang menurut saya akan menjadi sejarah besar perfilman Indonesia. Film itu adalah Habibie dan Ainun. Ketika beberapa hari sebelumnya melihat poster Habibie dan Ainun di bioskop yang sama, saya semakin tertarik dengan film tersebut. Dua artis yang saya kagumi  bermain di film tersebut.


Film Habibie dan Ainun bercerita tentang kisah nyata kehidupan presiden ke tiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie dengan istrinya, Hasri Ainun Habibie. Setting waktu film tersebut diawali dengan masa di mana Eyang Habibie dan Eyang Ainun (maaf memanggil Eyang, karena lebih nyaman seperti itu, hehe) bersekolah di sekolah yang sama. Terdapat satu scene yang menggambarkan bahwa keduanya sering dijodohkan oleh guru dan teman-teman mereka. Eyang Habibie terlihat sebal mendengar perjodohan itu, karena memang menurut pengakuan Eyang, saat itu belum tercipta getar-getar cinta pada dirinya.

Setting selanjutnya adalah masa ketika Eyang Habibie mengenyam pendidikan di Jerman. Beliau menjadi mahasiswa terbaik ketika itu dan sering didaulat untuk memberikan kuliah umum. Setelah tujuh tahun di Jerman, pria dengan gaya bicara dan berjalannya yang khas itu kembali ke Indonesia. Ketika di Indonesia, ibunya memintanya untuk mengantarkan kue ke rumah keluarga Besari bersama Fani, adiknya. Habibie yang ketika itu sedang membaca menolak permintaan ibunya, tapi pada akhirnya mereka pergi juga menuju rumah keluarga Besari. Dan di sana Eyang Habibie kembali bertemu Eyang Ainun setelah tujuh tahun tidak bertemu. 
Habibie: "Ainun! Gila kamu, gula jawa sudah jadi gula pasir!"

Adegan favorit saya adalah ketika Eyang Habibie melamar Eyang Ainun di dalam becak.
Habibie: "Saya tidak bisa menjanjikan banyak hal, entah Ainun bisa terus menjadi dokter atau tidak, entah kita bisa hidup mudah atau tidak di sana (Jerman), tapi yang jelas saya akan menjadi suami yang terbaik untuk Ainun."
Ainun: "Aku tidak bisa berjanji untuk menjadi istri yang baik. Tapi aku berjanji akan selalu mendampingi kamu." 

Film tersebut berlanjut dengan cerita ketika Eyang Habibie menikah dengan Eyang Ainun dan mereka hidup bersama di Jerman. Kehidupan mereka di Jerman tidak mudah. Bahkan di film tersebut digambarkan ketika Eyang Habibie tidak memiliki uang yang cukup untuk membayar bus lalu beliau memutuskan untuk jalan kaki ke rumah. Hati bertambah miris ketika melihat sepatu yang dipakainya ternyata berlubang. Untuk mengurangi rasa sakit akibat salju yang diinjaknya, akhirnya beliau menambal sepatunya dengan kertas yang digunakan untuk mendesain proyeknya.

Waktu terus bergulir, hingga akhirnya Eyang Habibie kembali ke Indonesia dan menjadi Menristek (Menteri Riset dan Teknologi) pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Selama masa jabatannya tersebut, Eyang Habibie sering mendapat "pendekatan" dari beberapa oknum, salah satunya yang digambarkan dalam film adalah tokoh yang bernama Sumohadi yang diperankan oleh Hanung Bramantyo. Akan tetapi, Eyang Habibie selalu menolak dengan tegas tawaran-tawaran dari "pendekatan" tersebut. Sikap seperti itulah yang harus dimiliki oleh siapa pun yang bernafas di dunia ini. Eyang Habibie memimpin perakitan pesawat N250 yang diberi nama Gatotkoco. Pesawat tersebut merupakan hadiah dari Eyang Habibie untuk Eyang Ainun. Penerbangan perdana (first flight) pesawat tersebut  dilaksanakan selama 55 menit pada 10 Agustus 1995 di PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) -sumber: wikipedia-.
Adegan sesaat setelah penerbangan perdana pesawat N250 Gatotkaca.
(Sumber foto: Facebook Habibie dan Ainun)
Setelah menjadi Menristek, Eyang Habibie diangkat menjadi wakil presiden mendampingi Soeharto. Pahit dan manisnya kursi kepemimpinan mulai sangat terasa. Eyang Habibie mulai kehilangan waktu bersama keluarganya, terutama dengan Eyang Ainun. Setelah lengsernya Presiden Soeharto, Eyang Habibie yang menjadi wakilnya pun akhirnya menjadi Presiden dengan masa pemerintahan 21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999Selama menjadi presiden, Eyang Habibie hanya tidur selama satu jam setiap harinya. Hal ini membuat Eyang Ainun yang merupakan seorang dokter merasa khawatir terhadap kondisi kesehatan suaminya sehingga beliau pun memarahi Eyang Habibie. Itu pun demi kebaikan Eyang Habibie. Eyang Habibie hanya bisa diam dan mengecup kening Eyang Ainun. Hmmm, begitu besar cinta mereka.

Ainun: "Kamu itu pemimpin negara, kalau kamu tidak bisa memimpin tubuhmu sendiri, gimana kamu mau pimpin tubuh 200 juta orang?"
***
Ainun: "Kamu itu orang paling susah yang pernah aku kenal, tapi jika aku harus mengulang hidupku, aku akan tetap pilih kamu." 
Setelah masa jabatannya habis, Eyang Habibie tidak mencalonkan diri lagi menjadi presiden Republik Indonesia. Beliau lebih memilih untuk menghabiskan masa pensiunnya dengan keluarganya. Eyang Habibie dan Eyang Ainun memilih untuk kembali ke Jerman. Meskipun tinggal di Jerman, keduanya tetap tidak melupakan Indonesia. Hidup mereka sangat bahagia hingga Eyang Habibie tahu bahwa penyakit kanker ovarium yang diderita Eyang Ainun telah kembali (dan entah mengapa bisa kembali).

Eyang Habibie dan Eyang Ainun saat itu berada di Indonesia. Eyang Habibie segera menelepon semua orang yang dikenalnya agar bisa segera terbang ke Jerman untuk mengobati Eyang Ainun. Akhirnya beliau mendapatkannya dan mereka segera terbang ke Jerman. Eyang Habibie sangat setia menemani Eyang Ainun selama di rumah sakit. Sembilan kali operasi yang dijalani Eyang Ainun dan Eyang Habibie selalu menemaninya. Arlis, teman Eyang Ainun sempat terlihat putus asa dan memberi saran kepada Eyang Habibie untuk segera menyiapkan pemakaman Eyang Ainun. Eyang Habibie yang yakin bahwa Eyang Ainun akan sembuh menolak saran tersebut dengan nada yang agak marah. Kemudian Arlis bertanya kepada Eyang Habibie, "Harus berapa kali lagi Ainun dioperasi?" Lalu Eyang Habibie menjawabnya dengan mantap dan tanpa keraguan, "Seperlunya! Sampai sembuh!".


Walaupun sedang sakit, Eyang Ainun tetap saja masih memikirkan kesehatan Eyang Habibie. Hal tersebut terbukti ketika Eyang Habibie masuk ke dalam ruang rawat Eyang Ainun, beliau sedang menangis. Lalu Eyang Habibie bertanya kepada Eyang Ainun, "Kamu kenapa, Ma? Sakit?", Eyang Ainun menggelengkan kepalanya. "Terus, kamu takut ya sama alat-alat ini?", Eyang Ainun menggelengkan kepalanya lagi. "Aah, kamu takut ya kalau terjadi apa-apa sama saya dan saya belum minum obat?", baru Eyang Ainun mengangguk. Berdasarkan dialog tersebut tergambar dengan jelas bahwa cinta keduanya teramat besar. Ketika adegan tersebut, tidak terasa saya mulai menangis. Tangisan tersebut sebenarnya merupakan klimaks karena sebelumnya saya menahannya dan terasa sakit di dada. Apalagi diiringi dengan lagu Cinta Sejati yang dinyanyikan oleh Bunga Citra Lestari (BCL).


Setelah menjalani sembilan kali operasi, akhirnya pada 22 Mei 2010, Eyang Ainun menghembuskan nafas terakhirnya di Ludwig Maximilians-Universität Hospital, Munich, Jerman. Sepuluh hari sebelumnya, yaitu pada 12 Mei 2010, mereka sebenarnya merayakan ulang tahun pernikahan yang ke - 48. Pada saat itu Eyang Habibie mengucapkan doa di dekat telinga Eyang Ainun. 

"Allah, terimakasih Engkau telah lahirkan Ainun untuk saya dan saya untuk Ainun. Allah, terimakasih Engkau telah pertemukan saya dengan Ainun dan Ainun dengan saya. Terimakasih Allah, Engkau telah titipkan bibit cinta yang utuh, suci, sejati, sempurna, dan abadi."
Menurut pengakuan Eyang Habibie, Eyang Ainun pun menyetujui doa tersebut.

Film Habibie dan Ainun ditutup dengan scene di mana Eyang Habibie ziarah ke makam Eyang Ainun. Terlihat beliau memakai baju putih dengan selendang milik Eyang Ainun yang dilingkarkan di lehernya. Kemudian sambil memegang tasbih, beliau mulai berdoa dan mengusap-usap nisan Eyang Ainun. Pada scene ini saya selalu menangis sejadi-jadinya tanpa memedulikan orang-orang di sekitar saya.
Adegan penutup film Habibie dan Ainun
(Sumber foto: google image)
Secara keseluruhan, film Habibie dan Ainun sangat luar biasa indah dan menyentuh hati. Bahkan, saya yang sudah lima kali menonton filmnya masih tetap ingin dan ingin melihat kembali film yang diangkat dari kisah nyata Habibie tersebut. Hal tersebut sangat jarang saya alami, biasanya saya cukup menonton film hanya satu atau dua kali saja. Tapi film tersebut sangat menarik hati dan pikiran saya untuk terus menontonnya. Film Habibie dan Ainun seperti memiliki daya tarik yang luar biasa untuk saya yang sampai saat ini belum bisa menemukan alasannya. Setiap selesai menonton film tersebut di bioskop, saya selalu ingin masuk dan menontonnya lagi. Saya sempat bingung dengan sikap saya tersebut, tapi ya memang Habibie dan Ainun merupakan film yang sangat luar biasa. Hingga sekarang pun cuplikan-cuplikan film Habibie dan Ainun masih tersimpan rapi di dalam otak saya. Film tentang kisah nyata presiden ke tiga Indonesia itu pun kini telah menduduki Box Office film Indonesia dan original soundtrack-nya, Cinta Sejati yang dinyanyikan Bunga Citra Lestari (BCL) berhasil menduduki peringkat pertama i-tunes dan merajai tangga lagu di radio-radio Indonesia.

Saya sebenarnya mengagumi Eyang Habibie sejak lama, tapi rasa kagum itu bertambah besar setelah menonton film yang luar biasa itu. Saya mengenal Eyang untuk kali pertama ketika berada di bangku sekolah dasar. Ketika itu saya ingat bacaan pertama tentang Eyang yang saya baca, "B. J. Habibie merupakan tokoh yang membuat pesawat asli Indonesia." Seketika itu mata saya terbelalak dan saya berkata dalam hati, 'Wow, hebat betul Bapak Habibie ini.' Bahkan om saya yang dulu bekerja di IPTN (sekarang PT. DI) juga sering bercerita tentang Eyang Habibie. Saya semakin kagum pada beliau, kagum pada sifatnya, sikapnya, pemikirannya, dan rasa cintanya pada Indonesia.

Cinta Eyang Habibie untuk Eyang Ainun dan sebaliknya pun sangat menginspirasi. Sebelum menonton film Habibie dan Ainun, saya memang tidak mengetahui kisah cinta mereka. Tapi setelah mengetahuinya, saya sangat terharu dan sedikit berimajinasi andai saja nantinya saya bisa mendapatkan suami seperti Eyang Habibie pasti hidup saya akan selalu bahagia meskipun sedang mengalami masa sulit. Eyang Habibie pernah menulis dan membacakan sebuah puisi untuk Eyang Ainun ketika usia pernikahan mereka yang ke - 50 pada 12 Mei 2012 di TMP Kalibata. Puisi tersebut diberi judul "Untuk Ainun". Berikut puisi "Untuk Ainun" yang pernah dibacakan oleh Eyang Habibie ketika menjadi bintang tamu Just Alvin! Metro TV edisi Minggu, 27 Januari 2013.



Untuk Ainun

tepat jam sepuluh pagi lima puluh tahun yang lalu
dengan ucapan Bismillahirrahmanirrahim saya melangkah
bertemu yang dilahirkan untuk saya dan saya untuk Ainun
alunan budaya Jawa bernafaskan Islam menjadikan kita suami-istri
melalui pasang-surut kehidupan, penuh dengan kenangan manis
membangun keluarga sejahtera, damai, dan tenteram, keluarga sakinah

tepat jam sepuluh pagi lima puluh tahun kemudian di Taman Makam Pahlawan
setelah membacakan tahlil bersama mereka yang menyayangimu
saya panjatkan doa untukmu, selalu dalam lindungan-Nya dan bimbingan-Nya
bersyukur pada Allah SWT yang telah melindungi dan mengilhami kita
mengatasi tantangan badai kehidupan, berlayar ke akhirat dalam dimensi apa saja
sekarang sudah 50 tahun berlalu, selalu menyatu dan tetap menyatu sampai akhirat

-Habibie-


Tulisan ini saya akhiri dengan beberapa doa dan harapan. Saya, secara pribadi selalu berdoa agar Eyang Habibie selalu diberi kekuatan dan kesehatan dari Tuhan sehingga dapat terus memberikan energi positifnya kepada saya khususnya dan generasi muda umumnya agar selalu mencintai dan mendedikasikan diri untuk negara. Kisah cinta Eyang Habibie dengan Eyang Ainun juga saya harapkan dapat menginspirasi dan memotivasi seluruh pasangan tidak hanya di Indonesia tapi di dunia untuk saling setia sampai nafas terakhir berembus. Selain itu, saya juga berharap akan adanya Habibie-Habibie baru untuk Indonesia yang nantinya akan membawa Indonesia menuju kejayaan.




Surabaya, 31 Januari 2013
Dengan penuh cinta untuk Eyang Habibie,
Istiqomah Dian Kartini

Tidak ada komentar: